| 0 komentar |

Senin, 26 Oktober 2009

Muktafa (Kolom Alumni)

Muktafa (Mutakhorrijin Miftahul 'Ula) . Kolom bagi alumni Keluarga Besar PP. Miftahul 'Ula read more...⇒
| 0 komentar |

Ubudiyah

Memuat tulisan tentang masalah -masalah ibadah yang biasa dijalankan msyarakat. read more...⇒
| 0 komentar |

Sabtu, 12 September 2009

Galeri


read more...⇒
| 2 komentar |

BUKU TAMU

FUAD, VICTOR, TENDIK DKK ALUMNI 2008 read more...⇒
| 0 komentar |

KHAZANAH

Nuzulul Quran Laporan:
 
Oleh Prof KH Ali Mustafa Yaqub MA
DI TANAH AIR kita Indonesia, ada sementara orang yang mengistimewakan angka 17. Alasannya, negeri kita merdeka dari penjajahan Belanda pada t


Oleh Prof KH Ali Mustafa Yaqub MA
DI TANAH AIR kita Indonesia, ada sementara orang yang mengistimewakan angka 17. Alasannya, negeri kita merdeka dari penjajahan Belanda pada tanggal 17 Agustus 1945. Rukun-rukun sholat, katanya, juga ada 17. Bahkan pemerintah selalu mengadakan peringatan Nuzulul Qur'an pada malam 17 Ramadhan, karena katanya pada malam 17 Ramadhan itu al-Qur'an pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Sebagai seorang yang haus ilmu pengetahuan Islam, Kang Bejo selalu memberanikan diri menanyakan hal-hal yang tidak diketahuinya kepada Kiai Duladi, baik pada saat pengajian, maupun di luar pengajian. Bagi Kang Bejo, bertanya itu merupakan salah satu cara untuk mendapatkan ilmu.
Lewat pengajian Kiai Duladi, Kang Bejo mengetahui bahwa al-Qur'an itu diturunkan pada malam Qadar, atau Lailatul Qadar. Lewat pengajian Kiai Duladi pula Kang Bejo mengetahui sebuah Hadis dimana Nabi SAW menyuruh ummatnya untuk mencari Lailatul Qadar pada 10 malam terakhir dari bulan Ramadhan. Akhirnya, Kang Bejo yang belajarnya sampai kelas empat Madrasah Ibtidaiyah dan tidak tahu alif bengkong itu berkesimpulan bahwa al-Qur'an diturunkan pertama kali kepada Nabi SAW pada salah satu malam dari 10 malam terakhir bulan Ramadhan. Hal itu karena al-Qur'an diturunkan pada Lailatul Qadar, dan Lailatul Qadar itu berada pada satu malam dari 10 malam terakhir bulan Ramadhan.
Tetapi Kang Bejo benar-benar pusing kepala tujuh keliling. Pasalnya Departemen Agama Republik Indonesa selama ini selalu menetapkan tanggal 17 Ramadhan sebagai hari Nuzulul Qur'an. Apakah argumen Departemen Agama untuk menetapkan hal itu? Karenanya, Kang Bejo berjanji dalam hatinya sendiri untuk menanyakan hal itu kepada Kiai Duladi.
24 Ramadhan
Benar, ketika sore hari Kiai Duladi memberikan kesempatan untuk tanya-jawab kepada para jamaah dalam pengajian Ramadhan, Kang Bejo ngacung lebih dulu. Ia langsung menanyakan kepada Kiai Duladi tentang kapan sebenarnya al-Qur'an diturunkan pertama kali kepada Nabi SAW dan mengapa Departemen Agama mematok angka 17 Ramadhan sebagai hari Nuzulul Qur'an.
"Begini, Jo," kata Kiai Duladi mulai menjawabnya. "Ada sebuah Hadis yang dengan tegas menjelaskan kapan al-Qur'an itu diturunkan. Hadis itu diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Imam al-Thabrani, dan Imam al-Baihaqi, dan dinukil kembali oleh Imam al-Suyuti dalam kitabnya al-Jami' al-Shaghir. Menurut Imam al-Suyuti, kualitas Hadis itu hasan (baik), sehingga ia dapat menjadi hujjah (arguen)."
Hadis itu artinya begini. Rasulullah SAW bersabda, "Naskah-naskah Ibrahim diturunkan pada malam pertama bulan Ramadhan. Taurat diturunkan pada tanggal 6 bulan Ramadhan. Injil diturunkan pada tanggal 13 bulan Ramadhan. Zabur diturunkan pada tanggal 18 bulan Ramadhan. Dan al-Qur'an diturunkan pada tanggal 24 bulan Ramadhan."
Jadi, jelas sekali Jo, al-Qur'an diturunkan pada tanggal 24 Ramadhan. Dan menurut para ulama, ketika al-Qur'an pertama kali diturunkan itu, Lailatul Qadar jatuh pada tanggal 24 Ramadhan. "Sudah paham Jo?" tanya Kiai Duladi. "Sudah, Kiai," jawab Kang Bejo singkat. "Kemudian, tentang tanggal 17 Ramadhan itu dalilnya apa, Kiai?"
Ibn Ishaq
"Coba perhatikan, Jo," pinta Kiai Duladi. "Orang-orang yang pertama kali berpendapat bahwa al-Qur'an diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan itu adalah Ahli Tarikh Ibnu Ishaq (meninggal 150 H). Pendapat ini diriwayatkan oleh Ahli Tarikh Ibnu Hisyam (w 213 H) dan dipopulerkan oleh Syaikh Muhammad al-Khudhari dalam kitabnya Tarikh al-Tasyri' al-Islami. Dari kitab inilah tampaknya sebagian orang-orang Indonesia itu menukil."
Argumen Ibnu Ishaq adalah ayat 41 Surah al-Anfal. "Coba Jo, kamu kan sedang memegang mushhaf al-Qur'an, coba cari ayatnya." "Baik Pak Kiai," jawab Kang Bejo. "Sudah ketemu?" tanya Kiai Duladi. "Sudah," jawab Kang Bejo. "Baik sekarang bacalah ayat itu?" pinta Kiai Duladi.
"Artinya sudah tahu, Jo?" tanya Kiai lagi.
"Belum, Kiai," jawab Kang Bejo.
"Begini, Jo, artinya: Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnus sabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa, yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu."
"Baik, Jo, sekarang saya bertanya. Apakah dalam ayat itu terdapat kata-kata yang menunjukkan angka 17 Ramadhan?" "Tidak ada, Kiai. Lalu dari mana angka 17 Ramadhan itu muncul?"
"Begini, Jo. Menurut Ibnu Ishaq, hari bertemunya dua pasukan (muslimin dan musyrikin) itu adalah hari Jum'at, tanggal 17 Ramadhan, tahun kedua Hijri. Dan yang disebut Hari Furqan adalah hari di mana al-Qur'an diturunkan pertama kali. Kedua hari itu kebetulan jatuh pada hari Jum'at, tanggal 17 Ramadhan, meskipun tahunnya berbeda."
Otak-atik
"Pendapat itu tampaknya hanya berdasarkan kira-kira saja dan otak-atik. Sebab ayat itu tidak menyebut angka 17 Ramadhan," kata Kang Bejo. "Memang benar, Jo. Banyak ulama yang menyanggah pendapat Ibnu Ishaq itu. Misalnya Imam al-Zurqani dalam kitabnya Manahil al-Irfan. Menurut al-Zurqani, yang dimaksud dengan 'apa yang Kami turunkan kapada hamba Kami pada hari al-Furqan' itu adalah wahyu, malaikat dan kemenangan. Ayat itu sama seklai tidak menunjukkan kepada tanggal 17 Ramadhan," jelas Kiai Duladi.
"Tetapi kepriben ya. Menteri Agama kita tidak berani mengubah hari Nuzul al-Qur'an menjadi 24 Ramadhan?" tanya Kang Bejo. "Pertanyaan itu mestinya tidak ditujukan kepada saya, tetapi kepada Pak Menteri Agama sana," jawab Kiai Duladi. "Takut kuwalat mbok ya, pada angka 17," sela Lik Buwang dengan logat Watukumpul yang medok. "Ah saya kira tidak begitu," kata Kiai Duladi. "Lah, nek enyong seng dadi mentrine, mesti wis tak ganti," kata Kang Bejo pada dirinya yang kemudian disambut tertawa oleh para jamaah. Akhirnya pengajian sore itu ditutup dengan membaca do'a buka puasa, karena bedug Maghrib sudah bertalu.

Sumber: http://203.130.198.30//artikel/4172.shtml read more...⇒
design by